Senin, 26 Januari 2015

Kisahku Dalam Per-Fotografi-an



Cairo - 21 juli 2014 merupakan hal yang tak akan kulupakan. Itu adalah tanggal dimana aku memulai langkah awal mempelajari skill baru dalam kehidupanku yang dari dulu memang aku sangat ingin mempelajarinya. 

Belajar fotografi. Yup, itulah hal yang aku inginkan. Ketertarikanku berawal dari melihat foto-foto alam yang tersebar di internet. Aku kagum melihat foto-foto itu yang terlihat sangat indah. Dan juga aku selalu terharu melihat foto-foto masa kecil dulu yang membawa rasa nostalgia. Yaitu momen-momen dimana aku wisuda TK, tertawa dan lain-lain. Awalnya hanya sebatas itu saja. Kemudian saat kelas 2 Madrasah Aliyah (MA) aku mulai berani membawa kamera poket ke pesantren. Posisiku yang saat itu menjabat sebagai salah satu kru tabloid pondok dan sekretaris organisasi pelajar yang memberanikanku dan juga karena minimnya acara-acara kami yang terdokumentasi, dikarenakan sepondok itu cuma ada satu kamera - yg memang terlihat bagus - yg boleh kami pinjam dan itu tidak leluasa.

Sejak acara pertama yang ada di pondok saat aku kelas 2 MA itu aku sudah mulai memotret. Bermula dari sembunyi-sembunyi dan akhirnya terang-terangan – hingga aku kelas tiga, kamera itu tidak pernah disita selama aku yang memegangnya – tanpa ada satu ustad pun yang menegur. Aku pikir ustad-ustad yang melihatnya senang-senang saja selagi itu yang bersangkutan dengan kegiatan pondok. Aku benar-benar memanfaatkan kesempatan itu dengan terus memotret kegiatan-kegiatan yang ada.

Pawai santri per-konsulat mengelilingi desa (2011)

Dan aku pun akhirnya tamat dan melanjutkan ceritanya di Kairo, Mesir ini.

Aku pikir di Mesir ini aku hanya akan membaca kitab-kitab turats saja selama 4 tahun hingga selesai. Ternyata tidak. Aku menemukan hal yang sudah lama ini aku senangi. Aku melihat banyak kakak-kakak senior yang bukan hanya belajar kitab tapi juga mengabadikan cerita-cerita yang ada di Mesir ini. Dan foto-foto mereka indah!. Aku kagum. Mereka punya kamera yang bagus-bagus – dan aku malah meninggalkan kamera poketku satu-satunya itu di rumah karna aku pikir handphoneku sudah cukup bagus untuk mengabadikan momen-momenku disini. Hh.

Kesan pahit yang aku alami saat aku sedang sangat-sangat tertarik dengan fotografi itu, saat aku mencoba memberanikan diri untuk mencoba sendiri mengambil gambar dengan kamera besar yang mereka punya. Sedihnya, aku tidak diperbolehkan meminjamnya, bahkan pegang saja tidak dikasih. ‘Nanti rusak. Kamu kan nggak tau apa-apa. Ntar basing pencet lagi’ katanya. Aku hanya bisa menggerutu dalam hati. ‘Sial. Dasar pelitt’.

Nah, sejak saat itu aku merasa aku harus mempelajari itu. Berawal dari stalking foto-foto mereka di facebook, aku jadi tahu kalau mereka mempelajari itu disini. Mereka belajar dengan komunitas fotografer mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang di Mesir. Nama komunitasnya itu Indonesian Photographic Society in Cairo atau sering disingkat IPSC.

Keinginanku yang sudah lama itu pun akhirnya mendapat sambutan. Melalui fanspage FB IPSC – yang sudah aku follow – aku pun tahu kalau mereka sedang membuka pendaftaran kepada siapapun yang ingin belajar fotografi. Tak menyia-nyiakan hal tersebut, aku pun langsung mendaftar dan diterima.

Jadilah sejak saat itu aku memulai ceritaku dalam dunia per-fotografi-an ini.

>> Bersambung..

Selanjutnya disini


Ahmad Rofiq

Author

Seorang mahasiswa biasa di Universitas al-Azhar Kairo

0 komentar:

 
biz.