Selasa, 06 November 2018

Satu Tahun Terakhir



Libur musim panas. Pertengahan Juli sampai akhir Oktober kemarin akhirnya bisa menghirup ulang udara Indonesia --setelah biasanya hidup bersama polusi ibu kota Negeri Seribu Menara. Selama pulang, nggak banyak yang aku lakuin selain bercengkrama bareng keluarga, nostalgia dengan teman-teman lama dan juga mengunjungi tempat baru atau yang dulu pernah disinggah. Secara tampilan umum rasanya nggak banyak yang berubah. Tapi soal cerita, banyak hal yang tak lagi sama. Seperti sepupu-sepupu yang mulai dewasa juga kawan-kawan yang sudah lulus dan mendapat kerja. Semua hal bergerak maju dan aku sering merasa kecil karena belum kunjung wisuda. Tapi nggak apa-apa lah. Optimismeku selama ini; semua memiliki waktunya. Ya, kan?

2018, tahun yang paling nggak produktif untuk blog ini. Belum ada satu pun tulisan yang diposting. Tapi tentu aja bukan berarti nggak ada hal dalam setahun terakhir ini yang nggak bisa diadaptasi jadi tulisan. Ini baru aja mau cerita.

Kalo dirunut lebih mundur dikit, peristiwa tahun lalu yang paling berkesan adalah saat visa hajiku keluar tepat di hari ulang tahun dan malem itu juga sudah berdiri di Saudi. Perjuangan haji yang sangat cepat berlangsung. Padahal sebelumnya nggak punya ekspektasi sama sekali bisa berangkat ke Tanah Suci di umur 21. Bener-bener kado terbaik yang pernah dikasih. Karena beneran serasa istimewa, hampir tiap hari aku nyatet hal-hal penting --dan nggaknya-- tentang keseharian selama di sana. Bahkan udah niat mau dishare di blog dengan judul "Diari Haji". Tapi nggak jadi-jadi sampe sekarang. Haha. Nah ini baru ekspektasi.

Setahun terakhir secara aktivitas aku disibukkan dengan kerjaan sebagai wakil ketua organisasi kedaerahan anak SumSel di Mesir (sering disingkat Kemass). Jika bicara persentase, mungkin sampe 75% waktu yang disisihkan buat mikirin dan ngejalanin kegiatan-kegiatan organisasi ini. Eh kalo lebih dari 50% gini namanya bukan sisihan ya. Serasa prioritas. Tapi emang gitu realitanya. Sebelum itu, jadi Waket Kemass nggak pernah masuk ke dalam agenda utamaku selama studi di Mesir. Apalagi saat dulu pernah ngejabat Sekretaris Kemass di tahun pertama aku langsung anjlok secara akademis, yang mana itu jadi titik penyesalan terbesar selama di sini. Jadi saat tawaran jadi Waket itu datang aku mikir dua kali dan nanya sama ortu. Lalu singkatnya aku beneran duduk di jabatan itu dan berhasil berjalan satu tahun lamanya --yang mana sangat menyita otak apalagi keringat, penuh intrik dan kritik, tapi melatih kedewasaan dan kesabaran. Satu periode kepengurusan singkat yang bisa kubilang (walau hanya berposisi wakil) merubah banyak sifatku, terutama dalam menilai dan bersikap. 

Alhamdulillahnya dengan perjuangan yang sedikit lebih sulit dengan adanya kesibukan di luar kuliah itu, tahun ini aku najah ke tingkat 4 kuliah. Yang menandakan tahun ini adalah satu tahun terakhir di Mesir (tentunya jika lulus nanti. Aamiin).

Dalam banyak situasi, jika sudah menjelang akhir waktu, penyesalan baru akan menghampiri. Begitupun sekarang. Aku jadi mikir panjang tentang apa aja yang sudah aku lakuin selama di Negeri Para Nabi ini. Hasil dari mikir itu nggak lain selain per-andai-an yang sia-sia.  Tapi aku pastiin itu bukan intinya. Hal yang terpenting itu menyusun ulang agenda dan berusaha mengejar hal-hal yang tertinggal biar di akhir nggak ada sesal lagi. Jadi, dari apa yang sudah aku rencanain, tahun terakhir ini harus jadi tahun penuh dengan belajar dan baca. Sebagaimana prioritas utama mahasiswa. Tambahannya, mengembangkan skill dan hobi selain itu, selagi bermanfaat. Karna belajar terus adalah sesuatu yang nggak mungkin --bagiku.

Catatan lain untuk satu tahun terakhir ini, melakukan pencarian jati diri dan konsistensi. Dua hal rumit yang belum ketemu dan bisa aku lakuin sampe sekarang. Lalu menata ulang planning ke depan, mau jadi apa, pergi ke mana, berdamping dengan siapa. Haha.

---
Kairo, 06/11



 
biz.